Wacana Pembatasan Akses BBM Subsidi Justru Picu Masalah Jika Dilakukan Dekat Pilkada

by -392 views

JAKARTA – Wacana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pada 17 Agustus 2024 santer beredar usai pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu.

Menurut Luhut, pembatasan dilakukan agar BBM bersubsidi lebih tepat sasaran dan dapat menghemat keuangan negara.

Mendekati 17 Agustus 2024, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengingatkan kembali soal wacana ini. Menurut dia, ada sejumlah hal yang harus dicermati pemerintah jika kebijakan ini benar-benar berlaku pada 17 Agustus mendatang.

Pertama menurut dia, diproyeksikan, biaya kebijakan pembatasan subsidi BBM berpotensi akan lebih besar jika dibandingkan dengan potensi manfaat yang akan diperoleh.

“Jika tidak terkelola dengan baik, biaya ekonomi dan biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM dapat tidak terkendali,” kata Komaidi melalui keterangannya, Rabu (14/8/2024).

Kedua, potensi biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM subsidi pada tahun 2024 dapat lebih besar mengingat akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia.

Menurutnya, keterbatasan akses BBM pada saat pelaksanaan pesta demokrasi serentak dapat berpotensi memicu permasalahan vertikal dan horizontal.

Ketiga, lanjut Komaidi, untuk kepentingan edukasi publik dan untuk memenuhi aspek keadilan, peserta Pilkada dan para pendukungnya sebaiknya agar tidak menggunakan BBM subsidi dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan

Komaidi berpandangan, kebijakan pembatasan BBM subsidi pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Kebijakan pembatasan BBM tercatat sudah diinisiasi dan diimplementasikan sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan terbukti tidak efektif.

Kemudian, pada kebijakan pembatasan BBM sebelumnya, telah dilakukan dengan pemasangan Radio Frequency Identification (RFID) agar BBM subsidi dapat lebih tepat sasaran.

RFID disampaikan berfungsi membaca jumlah BBM yang dikonsumsi oleh kendaraan dan dipasang di SPBU. Sementara di kendaraan dipasang suatu alat yang disinkronkan dengan RFID.

“Berdasarkan data, dilaporkan sudah ratusan ribu kendaraan dipasang RFID, akan tetapi kemudian pemerintah membatalkan kebijakan tersebut,” lanjutnya.

ReforMiner berpendapat, sepanjang pilihan kebijakan pengaturan dan pengelolaan BBM hanya dilakukan melalui pembatasan, hasil yang akan diperoleh kemungkinan tidak akan pernah optimal dan berpotensi menimbulkan sejumlah permasalahan ikutan di dalam implementasinya.

“Kebijakan pengelolaan BBM subsidi akan dapat lebih optimal jika pemberian subsidi BBM dilakukan melalui mekanisme subsidi langsung, yaitu pemberian subsidi secara langsung kepada individu penerima manfaat bukan melalui mekanisme subsidi terhadap harga barang seperti mekanisme subsidi yang diberlakukan saat ini,” papar Komaidi.

Dari aspek regulasi, kebijakan pembatasan BBM subsidi relatif belum akan dapat dilaksanakan jika revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.191/2014 belum diselesaikan oleh pemerintah.

Dengan demikian, badan usaha pelaksana penugasan (Pertamina) tidak memiliki rujukan dan payung hukum untuk pelaksanaan kebijakan jika revisi Perpres tersebut belum diselesaikan.

ReforMiner juga menyoroti potensi nilai penghematan anggaran subsidi BBM yang akan diperoleh dari kebijakan pembatasan BBM pada dasarnya belum dapat dikuantifikasikan jika obyek atau kelompok yang akan menjadi target pembatasan tidak ditetapkan secara tegas oleh pemerintah.

“Jika mencermati kuota BBM Subsidi dan BBM JBT pada tahun 2024 dan 2025 yang tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dari perspektif fiskal pada dasarnya dapat dikatakan bahwa pemerintah pada dasarnya tidak berencana melakukan pembatasan BBM,” pungkas Komaidi.

Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan belum ada arahan terkait pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada 17 Agustus 2024.

Hal itu disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pada Juli lalu. Ia mengatakan, PT Pertamina (Persero) yang berada di bawah Kementerian BUMN akan menjalankan pembatasan BBM subsidi sesuai arahan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun saat ini belum ada arahan khusus dari Kementerian ESDM untuk pembatasan pembelian BBM subsidi.

Selanjutnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif justru menyebut tak ada pembatasan pembelian BBM subsidi pada 17 Agustus 2024. Ia bilang, belum ada perubahan kebijakan terkait penyaluran BBM subsidi.

“Enggak, enggak ada batas-batas di 17 Agustus,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (12/7/2024).

Menteri lain, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Sakti Trenggono membocorkan waktu pelaksanaan rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi.

Hal itu disampaikan usai menghadiri rapat bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki, di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/7/2024).

“(Tadi bahas) masalah BBM,” ujar Wahyu, usai menghadiri rapat, ketika ditanya awak media terkait topik rapat tersebut. Kala ditanya apakah pembelian BBM subsidi akan dibatasi, Trenggono bilang, rencana itu memang akan diterapkan untuk kendaraan tertentu. “Ada pembatasan di kendaraan tertentu,” katanya.