JAKARTA, Inisiatifnews.com – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mendorong agar Kepolisian bisa konsisten untuk membasmi klitih, begal, tawuran antar geng yang terus muncul di masyarakat dengan pelaku remaja atau pelajar.
Hal ini karena faktanya, banyak korban yang terjadi akibat aksi kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak usia remaja tanggung itu.
“Karena tidak jarang pelaku melukai dengan senjata tajam hingga korban mengalami luka berat dan bahkan meninggal dunia,” kata Sugeng kepada wartawan, Jumat (8/4).
Terakhir di Yogyakarta, Minggu 3 April 2022 lalu, dikabarkan seorang pelajar bernama Dafa Adzin Albasith (18) tewas terkena sabetan benda tajam dari geng lainnya di jalanan Gedongkiuning, Yogyakarta.
Kemudian dikatakan oleh Sugeng, bahwa tahun 2021 lalu, kejadian klitih di Polda DIY jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2020. Dimana pada tahun 2021 ada 58 kasus klitih dengan 40 kasus terungkap dan 102 orang ditangkap. Sementara, tahun 2020 tercatat ada 52 laporan tentang klitih dengan 38 kasus terungkap dan 91 orang ditetapkan sebagai tersangka. Tren kasus kembali terjadi di tahun 2022 ini, sehingga ia bergarap ada perhatian dan sikap serius dari aparat keamanan.
Oleh karena itu, Sugeng memberikan 7 (tujuh) rekomendasi kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk mengambil langkah dan sikap tegas demi mengatasi persoalan di sektor keamanan dan kenyamanan masyarakat, khususnya di Yogyakarta.
Pertama, kekerasan oleh anak-anak remaja di bawah 18 tahun yang mengancam jiwa orang lain tidak boleh hanya sekedar restorative justice, perlu ada proses hukum yang sangat tegas demi memberikan pelajaran dan efek jera kepada para pelaku, dan tentunya bisa berdampak pada keamanan dan kenyamanan masyarakat.
“Harus ditindak tegas oleh Polri tanpa ragu dengan berpegang proses hukumnya melalui Undang-Undang Peradilan Anak,” jelasnya.
Kemudian yang kedua, apabila aksi kekerasan dan kejahatan sekalipun dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun dan menggunakan senjata tajam, maka harus diterapkan pasal berlapis selain penganiayaan berat, pasal 351 atau pasal 170 KUHP.
“Bahkan dapat juga diterapkan pasal Undang-Undang Darurat agar menimbulkan efek jera bagi pelaku. Ketiga, proses diversi tetap diberlakukan sesuai dengan UU Peradilan Anak, sementara untuk anak-anak di atas 12 tahun tetap diproses hukum,” sambungnya.
Keempat, IPW juga menuntut agar Polri tetap tegas dengan mengedepankan profesionalisme dalam penanganan pidana yang menyimpang dilakukan remaja tersebut. Apalagi kasus klitih sebenarnya merupakan tanggung jawab semua pihak, baik aparat keamanan, orang tua maupun lingkungan sekitar.
“Kelima, problem klitih bukan hanya tanggung jawab Polri saja, tetapi terkait orang tua yang berada di hulu, kemudian sekolah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya pencegahan, di samping perlunya pendidikan budi pekerti,” tutur Sugeng.
Selanjutnya yang keenam, dalam mengatasi klitih, begal, tawuran geng tersebut, IPW juga mendorong fungsi intelijen dan keamanan (intelkam) serta pembinaan masyarakat (binmas) dapat dikedepankan dengan melakukan mitigasi potensi munculnya kekekrasan laten dikalangan anak remaja.
“Anggota Polri masuk pada grup-grup Whatsapp (WA) mereka, mengidentifikasi aktor-aktor kunci kekerasan yang menjadi provokator serta mendeteksi lokasi-lokasi yang menjadi tempat mereka tawuran,” tandasnya.
Terakhir yakni yang ketujuh, Sugeng juga mengharapkan agar dilakukan patroli Kepolisian secara rutin, berkala dan berkesinambungan yang menyasar kepada para remaja yang melakukan kumpul-kumpul tidak jelas, khususnya di malam hari dan jam-jam rawan.
“Kumpulan-kumpulan anak remaja tanpa kepentingan jelas harus diintensifkan dan dibubarkan, karena pengkonsentrasian massa anak-anak remaja atau dalam bentuk bergerombol adalah potensi menimbulkan chaos,” ucapnya.
Ia berharap, ketujuh rekomendasi IPW tersebut bisa disikapi dengan baik dan diimplementasikan oleh aparat kepolisian bekerjasama dengan seluruh stakeholder yang ada.
“Dengan ketujuh langkah tersebut, munculnya prilaku-prilaku menyimpang para remaja dan pelajar di jalanan dapat dikendalikan dan angka kejadiannya bisa diturunkan,” pungkasnya.